Assalamu'alaikum sahabatku,
Suka ya, ngerasa hidup itu kayak jalanan Cibubur: macet, panas, dan bikin kita pengen teriak ke langit sambil nanya, "Kenapa sih, hidup segini drama-nya?"
Pagi ini waktu baru aja scroll medsos—niatnya sih nyari inspirasi, eh yang nongol malah tausyiah dari seorang ustadz yang ngena banget di hati.
Tausyiahnya sih simpel aja, ustadznya juga bukan kelas nasional, tapi pembawaannya bersahaja, dan kata-katanya membuat hati lebih plong.
Menurut ustadz tadi, ada 3 hal sederhana yang — kalau kita lakukan — insyaAllah hidup kita bakal lebih enteng, pikiran lebih tenang, dan bahagia pun nempel terus kayak stiker di laptop anak indie, hehehe.
Supaya makin mantap dan bisa langsung kamu praktikkan, saya tambahin sedikit tausyiah ini dengan bumbu dari keilmuan yang saya tekuni—mulai dari hipnosis, mindfulness, sampai NLP.
1. Sedekah, Baik Lagi Lapang atau Lagi Bokek
Ini nih... jurus pertama: berbagi!
Kata orang bijak, "Kalau kamu merasa sempit, buka dompetmu." Lho, kok bisa? Ya bisa. Karena saat kita berbagi, kita sedang memutus rantai rasa kekurangan (scarcity mindset) dalam pikiran kita.
Dari sisi hypnotherapy, ini tuh seperti reframing mental. Kita sedang memberi sugesti positif: "Saya cukup, bahkan lebih, sampai bisa memberi."
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya udah kasih contoh. Bahkan ketika hanya punya satu butir kurma, tetap dibagi dua.
Allah juga udah kasih clue dalam Al Qur’an,
"Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit..."
(QS. Ali Imran: 134)
Artinya: yang penting bukan jumlahnya, tapi niat dan konsistensinya. Jadi, jangan nunggu jadi Sultan dulu baru sedekah. Sedekah itu bukan nunggu kaya, tapi salah satu jalan menuju kaya — lahir batin.
2. Nahan Amarah, Bukan Dipendem, Tapi Dikelola (Sabar oooi!)
Saya ngerti kok, kadang pengen marah itu manusiawi. Apalagi pas ada yang nyalip di lampu merah sambil ngelirik sinis. Duh, rasanya kayak mau nyulap dia jadi tiang listrik.
Tapi tenang, kita bukan robot. Kita makhluk sadar. Nah, mindfulness mengajarkan kita untuk menyadari emosi, tanpa harus dikendalikan olehnya.
Marah itu energi. Tapi kalau nggak dikelola, bisa jadi bencana.
Dalam NLP, kita belajar bahwa setiap emosi itu punya positive intention. Marah? Bisa jadi sinyal ada sesuatu yang tidak selaras dengan nilai-nilai kita.
Nah, daripada meledak kayak popcorn, mending tarik napas, tahan sebentar... lalu alirkan marah itu ke tempat yang lebih produktif. Bikin puisi kek, nyapu kek, atau ngedengerin musik gamelan Bali sambil yoga... bebas.
Dan kata ustadz tadi, Qur’an sudah mengingatkan kita:
"...dan orang-orang yang menahan amarahnya..."
(QS. Ali Imran: 134 lagi nih, ayat combo sedekah-sabar)
Jadi, kalau kamu bisa tahan marah, kamu bukan hanya kuat. Tapi kamu sedang menjalani seni tertinggi dari kebahagiaan: pengendalian diri.
3. Maafin... Walau Nyesek di Awal (iyaaa maafin!)
Nah, ini yang paling menantang: memaafkan.
Kadang kita mikir, "Kenapa aku harus maafin dia, padahal dia yang nyakitin aku?"
Jawabannya sederhana: karena memaafkan itu bukan buat dia, tapi buat diri sendiri.
Bayangin aja, kalau kita masih nyimpen dendam, itu seperti minum racun tapi berharap orang lain yang keracunan. Nggak nyambung kan?
Di dunia terapi, saya sering bilang, “Orang yang belum sembuh lukanya, biasanya susah memaafkan.” Tapi begitu dia sembuh, maaf itu datang seperti embun pagi: tenang, jernih, dan menyegarkan. #eeaa
Allah juga sayang banget sama yang suka memaafkan.
Lanjutan ayat tadi tuh bunyinya:
"...dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Ali Imran: 134, lagi-lagi, ayatnya paket hemat tiga sekaligus!)
Jadi kalau kamu bisa sedekah meski bokek, nahan marah meski emosi, dan memaafkan meski nyesek... selamat! Kamu bukan hanya sedang membangun kebahagiaan, tapi juga sedang bikin Allah jatuh cinta padamu. Gimana, keren kan Sob?
Akhir kata...
Hidup itu bukan tentang seberapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa lapang hati kita dalam memberi, menahan, dan memaafkan.
Hidup itu bukan perlombaan cepat-cepetan sukses, tapi perjalanan untuk jadi manusia seutuhnya: yang sadar, sabar, dan syukur.
Jadi, yuk kita coba praktikkan tiga hal ini:
Sedekah, meski cuma sedikit.
Tahan marah, walau pengen banget meledak.
Memaafkan, walau hati masih nyesek.
Karena bahagia itu bukan soal hidup tanpa masalah... tapi soal bagaimana kita menyikapi hidup dengan lebih sadar, lebih lapang... dan lebih cinta.
Sampai ketemu lagi di cerita berikutnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tabik
-dewahipnotis-
www.thecafetherapy.com