Sahabatku,
pernahkah kamu merasa hidup ini kayak benang kusut. Udah dicoba ditarik pelan,
makin nyangkut. Ditarik kenceng, malah putus. Nah, di tengah kekusutan pikiran
dan kesumpekan hati, ada satu filsuf Jerman bernama Arthur Schopenhauer
(1788–1860) yang kasih insight menarik. Orang ini dikenal sebagai filsuf
pesimis, tapi uniknya, dari kepesimisannya itu dia nemuin tiga jalan buat
menemukan kebahagiaan sejati — bukan yang palsu-palsu kayak likes medsos
atau gaji yang cuma numpang lewat, wkwkwk.
Nah,
tiga jalan itu adalah: Estetis, Etis, dan Asketis. Yuk kita bahas
satu-satu, tapi tenang... kita bahasnya santai aja, kayak ngobrol di teras Café
Therapy, sambil dengerin suara hujan.
1. Estetis: Menyelam ke Dunia Seni
Schopenhauer
bilang, cara pertama melepaskan sumpek adalah dengan menikmati seni.
Seni apa pun. Musik, lukisan, puisi, buku, bahkan sekadar duduk diam sambil
menikmati indahnya hujan di jendela juga termasuk.
Kenapa?
Karena saat kita menyerap keindahan, kita keluar dari keakuan kita. Kita
berhenti mikirin “aku yang gagal”, “aku yang ditinggal”, “aku yang lelah”. Kita
jadi mengalir bersama karya, larut dalam melodi, atau tenggelam dalam
kata-kata.
Dalam
NLP, ini mirip dengan dissociation—kita melepaskan diri sejenak dari
masalah dan melihat hidup dari sudut pandang yang lebih luas, lebih tenang.
Coba deh: Main gitar, nulis
puisi ngaco, baca ulang buku favorit. Biarkan seni mengalirkan energi segar ke
dalam jiwa yang lelah. #eaaa :D
2. Etis: Menjadi Baik untuk Orang Lain
Cara
kedua: hidup sesuai etika, berbuat baik, dan berkontribusi buat sesama.
Menolong orang. Nyumbang tenaga, waktu, atau sekadar senyum tulus ke tukang
parkir.
Schopenhauer
percaya, saat kita melupakan diri sendiri dan fokus ke orang lain, kita
menemukan makna. Di sinilah kebahagiaan lahir, bukan dari "apa yang aku
dapat", tapi "apa yang aku beri".
Dalam
dunia NLP dan hipnoterapi, ini selaras banget dengan prinsip reframing:
mengubah fokus dari self-centered jadi purpose-centered. Dari
“aku korban” jadi “aku kontributor”.
Coba deh: Lihat siapa yang bisa
kamu bantu hari ini. Sekecil apa pun, bantuin orang lain itu seperti nyiram
bunga di taman hatimu sendiri. #eaaaa lagi
3. Asketis: Kembali ke Tuhan
Nah,
ini yang paling dalam: lari ke Tuhan. Schopenhauer menyebutnya “askesis”
— hidup sederhana, penuh kesadaran, dan mencari kebahagiaan bukan dari luar,
tapi dari dalam.
Zikir,
muhasabah, meditasi, doa — semua ini adalah jalan menuju keheningan batin. Kita
bisa bernafas perlahan, menyadari bahwa hidup ini bukan tentang balapan, tapi
tentang perjalanan pulang.
Dalam
mindfulness, ini disebut present moment awareness. Dalam NLP, ini masuk
ke state management. Dan dalam terapi Dewa? Ya ini dia... saat kita
benar-benar hadir dan berserah.
Coba deh: Ambil jeda. Tarik
napas perlahan. Rasakan setiap hembusannya. Lalu ucapkan dalam hati, “Aku
cukup. Aku tenang. Aku pulang.”
Sahabatku,
kadang sumpek itu bukan karena hidup berat, tapi karena kita nggak tahu ke mana
harus membawa beratnya.
Mau
lari ke seni? Silakan. Mau berbuat baik? Hebat. Mau menyendiri bersama Tuhan?
Indah. Yang penting, jangan simpan sumpeknya sendirian. Jalan keluar itu ada.
Bahkan tiga!
Dari
seseorang yang juga pernah sumpek dan menemukan keajaiban dalam puisi dan
pelukan sunyi: