Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sahabatku yang berbahagia, pernahkah Anda dikhianati? Pernah, atau malah sering?
Apa yang Anda rasakan ketika mengalami hal itu? Marah, kecewa, kesal?
Jangan khawatir, jika Anda merasa demikian. Itu respon kebanyakan orang. Ketika dikhianati, wajar jika yang pertama kali terlintas di pikiran kita adalah peristiwa pengkhianatan itu sendiri, lengkap dengan sosok yang melakukannya. Namun, jika kita terus-menerus terjebak dalam bayangan tersebut, hidup kita bisa menjadi penuh kesengsaraan. Hal ini terjadi karena pikiran kita terus menghidupkan kembali rasa sakit, marah, dan kecewa.
Kabar baiknya adalah, ada cara lain untuk menghadapi pengkhianatan—cara yang bisa membawa kita pada ketenangan dan kebahagiaan. Cara itu adalah dengan memberi label baru pada peristiwa yang terjadi. Ketimbang membiarkan emosi negatif mendominasi, kita bisa memilih untuk memahami pengkhianatan sebagai pelajaran hidup.
Misalnya, ketika kita mengingat sebuah pengkhianatan, yang muncul bukanlah kemarahan, melainkan rasa waspada ketika harus berhadapan dengan orang tersebut lagi. Alih-alih menghidupkan kembali rasa ditipu, kita fokus pada hikmah yang bisa diambil dari situasi tersebut.
Kita memiliki kendali penuh untuk memberikan makna pada setiap pengalaman. Hidup ini adalah rangkaian dari makna-makna yang kita tempelkan pada peristiwa-peristiwa yang kita alami. Ketika sebuah kejadian kita labeli sebagai hikmah, kita membuka diri untuk belajar dan berkembang. Sebaliknya, jika kita memandang peristiwa itu sebagai musibah atau tanda keputusasaan, hidup kita akan terus dibayangi kegelisahan dan ketidakbahagiaan.
Salah satu rahasia hidup bahagia adalah kemampuan kita untuk memberi label positif pada pengalaman negatif. Ini adalah esensi dari positive thinking—melihat peristiwa dari sudut pandang yang lebih luas dan lebih cerah. Ketika kita menghadapi pengkhianatan, kita bisa langsung menganggapnya sebagai pelajaran untuk lebih berhati-hati di masa depan, atau sebagai latihan dalam mengembangkan keikhlasan dan kesabaran.
Viktor Frankl adalah salah satu contoh orang yang berhasil menemukan makna dalam setiap penderitaan. Dia adalah dokter yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi. Sebanyak dua kali! Hampir semua tawanan perang yang masuk ke kamp tersebut bisa dipastikan mati, atau gila. Namun Frankl justru mampu menemukan makna penderitaannya itu, yang kemudian berkembang menjadi salah satu ilmu terapi, yang disebut Logoterapi.
Beberapa quotenya yang terkenal adalah:
- Semua bisa diambil dari manusia kecuali satu hal: kebebasan terakhir manusia—untuk memilih sikapnya dalam setiap situasi, untuk memilih jalannya sendiri.)
- Ketika kita tidak lagi bisa mengubah situasi, kita ditantang untuk mengubah diri kita sendiri.
- Mereka yang memiliki 'mengapa' untuk hidup, bisa menghadapi hampir semua 'bagaimana'.
Dengan mindset seperti ini, alih-alih merasa menjadi korban dari keadaan, kita justru bisa lebih produktif dan kreatif dalam menavigasi situasi negatif. Kita tidak lagi terperangkap dalam emosi negatif, tetapi tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat, bijak, dan damai
Tabik
-dewahipnotis-
www.thecafetherapy.com