Pagi ini masuk sebuah pesan di inbox FB saya. "Pak Hari, apakah teknik anti cemas ada di buku terbaru Anda. Dan untuk menangani kasus kecemasan apakah harus selalu mencari penyebab di masa lalu?"
Sahabat pembelajar yang berbahagia, pertanyaan dengan nada sejenis kerap kali saya dapatkan, baik dalam pelatihan, ketika ngobrol dengan sesama terapis atau melalui media sosial seperti yang terjadi hari ini. Sebenarnya pertanyaan itu wajar saja adanya, namun jika mau ditelaah lebih dalam lagi melalui pendekatan client centered therapy, akan timbul dikotomi tersendiri. Ibarat kata, sebuah family restaurant yang serta merta menghidangkan masakan andalannya tanpa menanyakan menu apa yang diinginkan pelanggan saat itu! Terapis menyiapkan sebuah jurus tertentu, tanpa menggali lagi kondisi yang sedang dialami klien.
Sebagai terapis yang memanfaatkan sisi psikologis manusia dalam melaksanakan aksinya, maka kita juga mesti bersedia mempelajari beberapa pendekatan terapeutis ala psikologi.
Ada banyak aliran dalam psikologi yang bisa dijadikan acuan. Di antaranya adalah:
1. PSIKOANALISIS
Aliran psikoanalisis melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan potensi yang dimiliki oleh manusia.
Pandangan kaum psikoanalisis, hanya memberi kepada kita sisi yang sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat manusia, karena hanya berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.
Sigmund freud dan orang-orang yang mengikuti ajarannya mempelajari kepribadian yang terganggu secara emosional, bukan kebribadian yang sehat; atau kebribadian yang paling buruk dari kodrat manusia, bukan yang paling baik.
Jadi, aliran ini memberi gambaran pesimis tentang kodrat manusia, dan manusia dianggap sebagai korban dari tekanan-tekanan biologis dan konflik masa kanak-kanak. Maka setiap kali terjadi gangguan perilaku, praktisi aliran ini akan berusaha keras mencari kesalahan atau penyebab di masa lalu.
2. BEHAVIORISME
Behaviorisme menekankan perspektif psikologi pada tingkah laku manusia, yakni bagaimana individu dapat memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, dan menjadi lebih mengtahui melalui sebuah proses belajar. Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman, dan pemeliharaan atas bentuk perilakunya. Tujuan aliran psikologi Behaviorisme adalah mencoba memprediksi dan mengontrol perilaku manusia sebagai introspeksi dan evaluasi terhadap tingkah laku yang dapat diamati, bukan pada ranah kesadaran.
Tokoh dalam aliran ini adalah Ivan Pavlov yang terkenal dengan eksperimen anchoring-nya. Dalam eksperimen tersebut dia membunyikan lonceng kemudian memberi makan seekor anjing. Dan ketika proses ini diulang beberapa kali, ketika pada akhirnya Palvlov hanya membunyikan lonceng, tanpa memberi makanan, ternyata anjing tersebut tetap mengeluarkan air liur, seolah sedang menikmati makanannya.
Jika eksperimen tersebut direfleksikan terhadap manusia sebagai individu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat aliran Behaviorisme adalah teori belajar, yaitu bagaimana individu memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu.
3. HUMANISTIK
Aliran Humanistik menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri.
Manusia mempunyai potensi di dalam dirinya untuk berkembang sehat dan kreatif. Kreativitas adalah potensi semua orang yang tidak memerlukan bakat dan kemampuan khusus.
Aliran ini mengkritisi aliran Behaviorisme yang menekankan pada stimulasi tingkah laku yang teramati. Menurut aliran Humanistik, pandangan Behaviorisme terlalu menyederhankan dan melalaikan manusia dari pengalaman batinnya, tingkah lakunya yang kompleks, nilai-nilai cinta kasih atau kepercayaan, juga potensi dan aktualisasi diri. Humanistik sangat mementingkan self (diri) manusia sebagai pemersatu yang menerangkan pengalaman-pengalaman subjektif individual.
Aliran Humanistik juga tidak menyetujui pandangan Psikoanalisis yang cenderung pesimistik dan pandangan Behaviorisme yang cenderung memandang manusia sebagai netral (tidak baik dan tidak jahat). Menurut aliran Humanistik, Psikoanalisis dan Behaviorisme telah salah dalam memandang tingkah laku manusia, yaitu sebagai tingkah laku yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan diluar kekuasaanya (entah sadar entah tidak).
Humanistik memandang manusia pada hakikatnya adalah baik. Perbuatan-perbuatan manusia yang kejam dan mementingkan diri sendiri dipandang sebagai tingkah laku patologik yang disebabkan oleh penolakan dan frustasi dari sifat yang pada dasarnya baik tersebut. Seorang manusia tidak dipandang sebagai mesin otomat yang pasif, tetapi sebagi peserta aktif yang mempunyai kemerdekaan memilih untuk menentukan nasibnya sendiri dan nasib orang lain. Aliran Humanistik memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna meraih potensi maksimal.
Sahabat pembelajar yang berbahagia, meskipun saya berikan contoh tiga aliran psikologi yang paling berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia, bukan berarti saya meminta Anda untuk fokus pada salah satu dari aliran di atas yang menurut Anda paling keren, atau paling sederhana. Pada prakteknya, kita mesti memahami dengan kaffah kebutuhan dari klien kita. Itulah kenapa keahlian 'emphathic listening' menjadi penting dalam hal ini.
Ada sebuah cerita menarik yang beredar luas di antara para terapis, mengenai seorang klien yang mengalami kecemasan berlebihan setiap menjelang tidur. Menurut pengakuan klien ini, dia takut akan munculnya monster dari kolong tempat tidurnya.
Pertama kali klien ini ditangani oleh seorang terapis yang mengikuti aliran psikoanalisis. Maka pendekatan terapeutis yang dijalankan adalah mencari akar masalah. Berbagai teknik dilakukan termasuk regresi dan pencarian ISE (Initial Sensitizing Event) dan Subsequent Sensitizing Event (SSE).
Tujuh bulan berlalu, namun kecemasan klien ini tak berkurang sedikitpun. Maka akhirnya klien bersangkutan tidak melanjutkan sesi terapinya.
Suatu hari tanpa disengaja klien ini berjumpa dengan terapisnya, dan terlihat pembawaannya lebih ceria. Dengan penasaran terapis tersebut bertanya.
"Apa kabarnya Pak, kok tidak datang lagi di sesi lanjutan?"
"Kabar baik Pak Terapis, saya mencari pengobatan lain"
"Anda terlihat lebih ceria sekarang, apa berhasil pengobatannya?"
"Iya Pak Terapis, saya sudah tidak mengalami kecemasan lagi sekarang"
"Wow, bagus dong. Apa terapinya?"
"Sederhana saja kok Pak Terapis. Saya hanya diminta mengganti tempat tidur yang tidak ada kolongnya!"
Sahabat pembelajar yang berbahagia, silakan Anda simpulkan sendiri terapis kedua itu menggunakan aliran mana. Yang jelas pertanyaan pertama, apakah terapi anti cemas ada di buku The Indonesian Encyclopedia of Hypnotherapy, jawabannya adalah ADA.
Tabik
-haridewa-
The Story Teller Therapist