Saya sangat suka mengenakan pakaian berwarna hitam, baik dalam keseharian maupun ketika tampil sebagai public speaker. Celana hitam, kemeja hitam, jas beludru hitam merupakan pakaian kebesaran saya ketika berbagi pengalaman di dalam kelas-kelas training saya. Setelah mengucap salam dan chit chat sejenak, saya akan menanyakan apparel apa yang masih kurang dalam penampilan saya. Beberapa peserta yang jeli langsung bisa melihat bahwa saat itu saya tidak mengenakan dasi.
Dan memang betul dari luar, terlihat bahwa saya tidak memakai dasi. Saya kemudian minta waktu, sambil tebak-tebakan berapa lama waktu yang saya perlukan untuk menyempurnakan penampilan saya. Durasi terlama yang diperkirakan oleh audiens biasanya adalah setengah jam, dan tercepat adalah 5 menit.
Sambil tersenyum dan memutar badan, sim salabim abrakadabra, ketika saya sudah menghadap audiens lagi, gold tie saya sudah terpasang dengan sempurna dan rapi. Wow, para peserta langsung bertepuk tangan, sembari beberapa di antara mereka bergumam,
"Kok bisa?"
"Menurut teman-teman peristiwa yang baru saja terjadi, from nothing to something ini disebut apa?"
"Sulaaaap!", kompak mereka menjawab
"Masak teknik sekeren ini kok dibilang sulap? Anda ini kayak memanggil dokter dengan sebutan mantri saja!", sambil bercanda saya mencoba mengoreksi pendapat audiens
"Magic Pak!"
"Nah ini baru keren. Magic! Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa hal ini disebut magic?"
"Ya karena keren Pak. Aneh gitu"
"Benar, teknik ini sangat keren. Memang aneh, tapi bukan itu maksud saya. Apakah teman-teman sudah tahu rahasianya?"
"Beluuuum!"
"Mau tahu rahasianya?"
"Mauuuuu!"
"Mau tahu aja apa mau tahu bangeet?"
"Bangeeet!"
Maka kemudian saya bongkar rahasia 'Auto Appearing Neck Tie' sebuah magic trick yang dipopulerkan oleh Sumit Chajjer, seorang magician kelahiran India. Tekniknya sangat sederhana, dasi biasa diikat dengan benang berwarna hitam dimana bagian atasnya digantungkan pada leher menggunakan metal berbentuk U (mirip bando) yang di kedua ujung metal tadi terdapat rel benang hitamnya. Rel ini mirip dengan rel yang digunakan pada gantungan name tag yang bisa dipanjang pendekkan sesuai kebutuhan.
Ketika saya masuk ke stage, sebenarnya dasi emas saya sudah terpasang, namun saya gulung dan ditarik ke bawah sehingga tertutup oleh jas saya. Gulungan dasi tadi tinggal diselipkan di dalam celana panjang saya, dan ketika saya berbalik tadi, saya tinggal mengendurkan perut saya sehingga gulungan dasi tadi tertarik ke atas dan muncul merapat ke pangkal leher saya. Viola, dan kini saatnya saya mengatakan, "Sempurna!"
"Oooooo!", tanpa dikomando serempak audiens bergumam.
"Nah, masih MAGIC apa tidak nih?"
"Tidaaaak!"
"Apa dong, kalau sudah bukan magic lagi?"
"LOGIC Pak"
"Beng-beng untuk Anda"
"Kenapa jadi logic?"
"Karena kini kami sudah tahu rahasianya Pak"
"Seratus untuk Anda. Beng-beng lagi"
***
Sidang Pembaca yang berbahagia, dari retorika opening magic ini, selain saya berhasil mendapatkan perhatian dari audiens, saya juga mulai membuka cakrawala baru di benak audiens mengenai perbedaan antara magic dan logic. Segala sesuatu dengan mudah akan dihukumi magic sebenarnya hanya karena kita belum tahu rahasianya atau cara kerjanya. Melihat tetangga yang sangat kaya, kita mengatakan mereka ngipri, dan ngipri termasuk dalam golongan magic (magis). Ada kolega yang sangat jago menjadi trainer, dibilangnya pasti punya jimat. Jimat termasuk dalam golongan magis. Bahkan melihat sahabat yang memiliki istri cantik, dikira dia memiliki ajian pelet. Pelet termasuk dalam golongan magis. Padahal bisa jadi kita berkata begitu hanya karena kita ngiri dan tidak tahu rahasia mereka.
Maka agar menjadi logic, menjadi tugas kitalah untuk mencari tahu rahasia alam semesta ini. Itulah kenapa ayat yang pertama kali diturunkan dalam Al Quran adalah Iqro! Bacalah!
Sepanjang hayat ini sudah banyak saya membaca. Baik membaca (belajar) secara formal maupun informal. Dan ketika mempelajari NLP (Neuro Linguistic Programing), saya menemukan banyak pencerahan mengenai perbedaan magic-logic ini. Dengan metodologinya yang sangat akurat, pengajaran attitude yang sangat militan dan teknik-teknik praktis yang sangat aplikabel, saya yang dulunya juga terlalu sering berkata, "Kok bisa?" sekarang sudah melakukan sebuah transformasi dengan senantiasa berpikir, "Bisa kok!"
Anda ingin juga melakukan transformasi seperti saya?
Saya yakin Anda juga bisa kok
Tabik
-haridewa-
Happiness Life Coach