Dikisahkan suatu hari, ada seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, “Ayah, bisakah seseorang melewati seumur hidupnya tanpa berbuat dosa?”
“Tidak mungkin, Nak,” jawab ayahnya sambil tersenyum.
Gadis kecil itu penasaran. Baginya, bisa saja ada orang yang tidak melakukan dosa selama hidupnya. Ia bertanya lagi, “Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?”
Sambil menggelengkan kepalanya, ayahnya berkata, “Tak mungkin, Nak.”
Gadis kecil itu tidak mau berhenti bertanya. Ia bertanya lagi, “Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?”
Sang ayah berkata, “Tidak mungkin, Nak.”
Gadis kecil itu bertanya lagi, “Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?”
Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk menjawabnya. Lantas ia berkata, “Hmm.. Satu hari 24 empat jam Nak, sepertiganya (terpotong) 8 jam kita gunakan untuk tidur, dan sisanya kita gunakan untuk bersosialisai, jadi tidak mungkin kita tidak berbuat berdosa dalam sehari”
Gadis kecil itu mengajukan pertanyaan lagi, “Lalu bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? Tanpa berbuat jahat untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, ayah? Bisakah?”
Ayahnya tertawa dan berkata, “Nah, kalau itu mungkin bisa, Nak.”
Gadis kecil itu tersenyum lega. “Kalau begitu ayah, aku mau memperhatikan hidupku jam demi jam, waktu demi waktu, supaya aku bisa belajar untuk tidak berbuat dosa. Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ayah,” kata gadis kecil itu.
Ayahnya berkata : “Kalau begitu nak, Yuk satu jam ini, kita taat menahan diri untuk tidak berbuat dosa, kalau memang satu jam ini kita bisa, maka pelan-pelan kita tambah setengah jam, dan jam-jam berikutnya…"
***
Sidang Pembaca yang berbahagia, menurut saya cara Ustadz ini berkisah sangatlah luar biasa. Dia mencoba mencacah sebuah perilaku besar menjadi perilaku-perilaku kecil yang lebih sederhana dan terasa mudah untuk dilakukan. Menghikmati kisah di atas maka kita bisa menarik sebuah analogi, berarti kita bisa berbuat baik sepanjang usia kita. Atau bahkan kita akan mampu merasa bahagia sepanjang usia kita. Caranya dengan mengulang perbuatan baik dan kebahagiaan kita setiap saat, setiap jam. Bukankah ada sebuah kata bijak yang mengatakan bahwa pengulangan merupakan ibu dari semua keahlian?
***
Tahun 70-an ada dua orang jenius dari Amerika yang menemukan teknik kunci mengulang ini. Mereka menyebutnya dengan modeling. Dua orang jenius tadi adalah Richard Bandler, seorang mahasiswa matematika dan ilmu komputer, dan John Grinder, seorang associate profesor bidang linguistik. Keilmuan yang mereka ciptakan kemudian diberi nama NLP (Neuro Linguistic Programing). Bandler dan Grinder mengklaim bahwa ketrampilan seseorang dapat 'dimodel' menggunakan metodologi NLP kemudian ketrampilan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja. Artinya dengan memelajari NLP maka keinginan anak kecil tadi akan lebih mudah diwujudkan. Dengan mendapatkan polanya, maka kita bisa mengulang perasaan bahagia kita dari masa ke masa. Keren apa keren?
Salah satu asumsi NLP yang paling dasar adalah the map is not the territory. Bahwa peta itu meskipun mewakili sebuah wilayah, namun bukanlah wilayah itu sesungguhnya. Bahwa apa yang terjadi dalam hidup kita hanyalah sebuah kilasan peristiwa belaka, sampai kita memberinya sebuah makna.
Beberapa tahun yang lalu saya pernah membuat sebuah eksperimen kecil. Yaitu pergi ke kantor hanya berbekal uang tunai sebesar Rp 10 ribu. Dan semuanya baik-baik saja ketika pikiran saya menganggap bahwa seluruh perjalanan saya PP kantor rumah akan berjalan baik. Tentu bensin dalam kondisi penuh, dan kartu tol juga tersedia.
Biasanya orang baru merasa aman ketika di dompet mereka tersedia dana yang cukup untuk mengatasi kasus emergensi yang mungkin muncul. Taruh kata untuk perjalanan Jakarta Bogor, ya tersedia uang Rp 200-300 ribu. Ketika dana di dompet kurang dari itu, biasanya orang akan merasa galau. Dan biasanya memang ada saja hal tak diiginkan yang terjadi. Ban gemboslah, nyenggol kendaraan lainlah, dlsb.
Luar biasanya ketika dompet kita tertinggal, namun kita tidak menyadarinya, kok kita merasa nyaman saja berkendara sampai kantor. Dan biasanya perjalanan juga berjalan dengan lancar saja. Betul tidak?
Terbukti, bahwa yang membuat kita nyaman bukan jumlah uang di dompet, namun perasaan memiliki dana yang cukup. Atau dalam istilah kerennya abundance mentality. Perasaan berkecukupan ini rupanya bisa dilatih tanpa harus menilik wilayah sesungguhnya.
Hari ini usia saya ganjil 47 tahun (bukan genap khan?) dan sudah banyak berseliweran peristiwa demi peristiwa yang saya lalui. Dengan berpegang pada tausiah ustadz di atas, serta pemahaman saya tentang NLP, maka saya senantiasa berjuang untuk menjadi bahagia, masa demi masa.
Terimakasih saya ucapkan kepada semua sahabat, kerabat yang telah mendoakan yang terbaik bagi saya, pesan saya untuk Anda semua.
Jangan lupa bahagia, apapun situasi yang sedang Anda hadapi
Tabik
-haridewa-
Happiness Life Coach
www.thecafetherapy.com